kompetensi dasar 14.3

Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetensi dasar)

14.3 Mendeskripsikan fungsi pajak dalam perekonomian nasional

Indikator esensial

14.3.1 Disajikan 5 fungsi pajak, guru mampu mendeskripsikan 3 fungsi pajak dalam perekonomian nasional dengan benar.

 

Materi Esensial

FUNGSI PAJAK DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

Pajak mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara untuk membiayai pembangunan

Fungsi pajak dalam pembangunan adalah sebagai berikut:

  1. 1.   Fungsi Anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pandapatan Negara pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara berupa tugas-tugas rutin dan pelaksanaan pembangunan. Dewasa ini, pajak digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang dan pemeliharaan.

2. Fungsi mengatur (Regulerend/Regulatory)

Pemerintah dapat menargetkan besarnya pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak dapat digunakan sebagai alat mencapai tujuan. Contohnya, dalam rangka merangsang dan meningkatkan investai maka pemerintah dapat memberikan fasilitas keringanan pajak investasi

3. Fungsi stabilitas

Melalui pungutan pajak, pemerintah dapat mengatur aktivitas ekonomi masyarkat sehingga akan tercipta kondisi ekonomi yang stabil. Misalnya pada saat terjadi inflasi pemerintah dapat menaikkan pajak. Dengan naiknya pajak maka akan menyebabkan berkurangnya bagian pendapatan masyarakat yang dapat mereka belanjakan. Hal ini akan mendorong menurunnya pengeluaran konsumsi masyarakat dan pada akhirnya menurunnya permintaan masyarakat ini akan diikuti pula oleh turunnya harga-harga secara umum sehingga stabilitas harga dapat tercapai.

4. Fungsi redestribusi pendapatan

Dengan adanya punggutan pajak, pemerintah dapat mengatur distribusi dan mengalokasikan peruntukan pajak sehingga semua masyarakat secara langsung ataupun tidak langsung dapat merasakan manfaat dari hasil pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah. Manfaat tersebut dapat dirasakan dari fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah, layanan public dan sebagainya.

Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetensi dasar)

14.4 Mendeskripsikan permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar

Indikator esensial

14.4.2 Disajikan data permintaan dan data penawaran guru dapat mendeskripsikan terbentuknya harga pasar dengan benar

 

Materi Esensial

TERBENTUKNYA HARGA PASAR

Kalau kita menganalisa hukum permintaan dan penawaran, maka kita akan mengerti bahwa kedua hukum tersebut berjalan sendiri-sendiri dan terkesan tidak akan pernah bertemu. Padahal pada kenyataannya pasar tidak akan pernah bias terbentuk tanpa adanya interaksi antara produsen sebagai pemegang hokum penawaran dan konsumen sebagai pemegang hukum permintaan

Untuk memahami bagaimana penawaran dan permintaan bersama-sama menentukan harga pasar mari kita perhatikan contoh berikut.

Harga kaus perbuah (Rp)

Jumlah kaus yang diminta

Jumlah kaus yang ditawarkan

25.000

200

100

50.000

150

150

75.000

100

200

Dari table di atas dapat kita pahami bahwa harga pasar merupakan harga yang disepakati antara produsen dan konsumen yaitu Rp. 50.000. sebelumnya keduanya akan melakukan tawar menawar. Apabila harga terlalu rendah, maka jumlah yang diminta akan lebih banyak daripada jumlah yang ditawarkan. Akibatnya produsen cenderung menaikkan harga. Sebaliknya jika harga terlalu tinggi maka jumlah yang ditawarkan lebih banyak daripada jumlah yang diminta. Akibatnya produsen cenderung bersedia menurunkan harga. Proses tawar menawar ini akan terus terjadi sampai didapatkan tingkat harga dimana jumlah yang diminta konsumen sama persis dengan jumlah yang ditawarkan oleh produsen. Tingkat harga ini disebut dengan harga pasar atau harga kesimbangan

Perhatikan grafik berikut

P

(Ribu Rp)

 

 

75

 

50                               E

 

 

25

 

 

 

100          150           200      Q (buah)

Dari grafik diatas harga pasar/keseimbangan pasar tercapai pada titik E yaitu perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Pada titik tersebut harga keseimbangan setinggi Rp. 50.000 dimana jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan

Kompetensi Guru Mata Pelajaran (Kompetensi dasar)

14.4 Mendeskripsikan permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar

Indikator esensial

14.4.1 Disajikan data permintaan suatu barang guru dapat mendeskripsikan hukum permintaan dengan benar

 

Materi Esensial

PERMINTAAN

  1. Pengertian Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang ingin dan mampu dibeli oleh konsumen, pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu

Contoh:

Apabila harga kaus per buah Rp25.000,00, dalam 1 hari ada 200 orang konsumen yang masing-masing bersedia membeli 1 kaus. Jadi, jumlah kaus yang akan diminta konsumen jika harganya Rp25.000,00 per buah sebanyak 200 kaus. Sekarang pikirkan! Kira-kira, apa yang terjadi jika harga kaus per buah menjadi lebih mahal, misalnya Rp50.000,00? Apakah dalam 1 hari jumlah orang yang bersedia membeli masih sebanyak 200 orang? Jawabnya sebagai berikut: Kemungkinan besar tidak. Jumlah pembeli kaus akan menjadi lebih sedikit. Mengapa demikian? Karena dari ke-200 konsumen tadi, tidak semua memiliki uang yang cukup untuk membayar harga kaus itu. Dengan harga per buah Rp50.000,00, jumlah pembeli hanya 150 orang. Jadi, jumlah kaus yang akan diminta konsumen jika harganya Rp50.000,00 per buah sebanyak 150 buah. Jika harga kaus per buah menjadi lebih mahal lagi, misalnya Rp75.000,00, apa yang terjadi? Betul! Jumlah konsumen semakin sedikit sehingga jumlah kaus yang akan diminta pun menjadi semakin sedikit pula, yaitu hanya 100 kaus. Informasi seperti itu dalam bentuk tabel dapat dinyatakan sebagai berikut.

 

 

Tabel di atas disebut daftar/skedul permintaan kaus. Informasi pada skedul permintaan kaus dapat digambarkan menjadi kurva permintaan kaus. Untuk menggambar kurva permintaan, dibutuhkan sumbu tegak dan sumbu mendatar. Sumbu tegak digunakan untuk menggambarkan harga (price/P), sedangkan sumbu mendatar untuk menggambarkan jumlah yang diminta (quantity demanded/Qd). Berdasarkan skedul permintaan kaus, kurva permintaan kaus dapat digambarkan. Kombinasi A dan B, dan C akan membentuk tiga titik. Bila ketiga titik tersebut dihubungkan, akan membentuk kurva permintaan kaus sebagai berikut:

 

 

 

Berdasarkan skedul dan kurva permintaan, dapat dilihat bahwa apabila harga kaus naik maka jumlah kaus yang diminta akan berkurang dan sebaliknya, apabila harga kaus turun maka jumlah kaus yang diminta akan bertambah. Sifat permintaan kaus semacam ini juga berlaku untuk permintaan sebagian besar barang dan jasa kebutuhan manusia. Hal ini terjadi karena berlakunya hukum permintaan yang berbunyi, “Jika harga suatu barang naik maka jumlah yang diminta akan turun dan sebaliknya. Jika harga turun, jumlah yang diminta akan naik”. Nah, setelah membaca uraian di atas, dapatkah kalian menyimpulkan apa yang dimaksud dengan permintaan? Permintaan merupakan skedul atau kurva yang menggambarkan jumlah barang yang diminta konsumen pada berbagai tingkat harga barang tersebut.

Pengertian permintaan seperti ini didasarkan pada anggapan bahwa faktor selain harga yang juga memengaruhi jumlah yang diminta tidak mengalami perubahan (asumsi ceteris paribus).

  1. Hukum Permintaan

Hukum permintaan adalah hukum yang menjelaskan tentang adanya hubungan yang bersifat negatif antara tingkat harga dengan jumlah barang yang diminta. Apabila harga naik jumlah barang yang diminta sedikit dan apabila harga rendah jumlah barang yang diminta meningkat

Dengan demikian hukum permintaan berbunyi:

“Semakin turun tingkat harga, maka semakin banyak jumlah barang yang tersedia diminta, dan sebaliknya semakin naik tingkat harga semakin sedikit jumlah barang yang tersedia diminta”

Pada hukum permintaan berlaku asumsi ceteris paribus. Artinya hukum permintaan berlaku jika keadaan atau faktor-faktor selain harga tidak berubah (dianggap tetap)

 

pembelajaran berbasis masalah

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

                Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jeremo Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning. Mengenai discovery learning, Johnson membedakannya dengan inquiry learning.  Dalam discovery learning, ada pengalaman yang disebut “……Ahaa experience” yang dapat diartikan seperti, …..Nah, ini dia”. Sebaliknya , inquiry tidak selalu sampai pada proses tersebut. Discovery learning dan inquiry learning merupakan pembelajaran beraksentuasi pada masalah-masalah kontekstual.  Keduanya merupakan pembelajaran yang menekankan aktivitas penyelidikan.

                Model pembelajaran ini mempunyai cirri umum yaitu menyajikan kepada siswa tentang masalah yang autentik dan bermakna yang akan memberikan kemudahan kepada para siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model ini juga mempunyai cirri khusus yaitu adanya pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya, memamerkan produk tersebut dan adanya kerjasama

                Sebagai contoh masalah autentik adalah “bagaimanakah kita dapat memperbanyak bibit bunga mawar dalam waktu singkat supaya dapat memenuhi permintaan pasar”. Apabila pemecahan terhadap masalah tersebut ditemukan, maka akan member keuntungan secara ekonomis. Masalah seperti ”bagaimanakah kandungan klorofildaunpada tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tingkat intensitas cahanya berbeda” merupakan masalah akademis yang apabila ditemukan jawabannya belum dapat member manfaat praktis secara langsung.

                Landasan teoritikdan empiric model pengajaran berdasarkan masalahadalah gagasan dan ide-ide para ahli seperti Dewey dengan kelas demokratisnya, Piaget yang berpendapat bahwa adanya rasa ingin tahupada anak akan memotivasi anak untuksecara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Vygotsky yang merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme sebagai konsep yang dianut dalam pembelajaran berdasarkan masalah.

                Sintaks pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.

FASE-FASE

PERILAKU GURU

Fase 1 :

Memberikan orientase tentang permasalahan kepada peserta didik

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistic penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2 :

Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya

Fase 3 :

Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari penjelasan dan solusi

Fase 4 :

Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan axhibit

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan danmenyimpan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model serta membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain

Fase 5 :

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan

 

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

 

1.  Definisi Pembelajaran Kooperatif.

Slavin (1994:287) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mengacu pada berbagai metode mengajar yang mana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan saling membantu, berdiskusi dan berargumen dengan yang lain, saling menilai materi yang sedang dipelajari, dan saling melengkapi pemahaman. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dan bekerja bersama dalam kelompok-kelompok kecil (beranggotakan 4 sampai 6 siswa) sedemikian rupa sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar diri dan anggota kelompok lainnya. Dengan demikian dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, mereka belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari guru bersama-sama, saling membantu satu dengan lainnya sehingga setiap anggota kelompok dapat meraih hasil belajar yang maksimal.

Saat ini banyak  guru yang menafsirkan pembelajaran kooperatif sama dengan belajar kelompok. Padahal ada perbedaan antara pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan belajar  kelompok tradisional (traditional learning group). Perbedaanya dideskripsikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1.  Perbedaan belajar kelompok tradisional dengan pembelajaran kooperatif.

Belajar Kelompok Tradisional

Pembelajaran Kooperatif

Ketergantunga antar anggota kelompok rendah. Anggota kelompok hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri.

  

Tanggung jawab hanya bersifat individu

 

 

 

 

Keterampilan kerja kelompok diabaikan. Pimpinan ditentukan oleh partisipasi anggota secara langsung.

 

 

Tidak ada pemrosesan kerja kelompok. Prestasi individu yang dihargai

Ketergantungan antar anggota kelompok tinggi. Setiap anggota bertanggung jawab pada dirinya dan anggota kelompoknya

 

Adanya tanggung jawab individu dan kelompok. Setiap anggota memegang tanggung jawab pada dirinya dan anggota kelompoknya agar mencapai kinerja yang tinggi

 

Menekankan pada keterampilan kerja tim. Setiap anggota diajarkan dan diharapkan menggunakan keterampilan sosial. Kepemimpinan dibagi untuk seluruh anggota.

 

Menekankan pada peningkatan secara terus-menerus mutu proses kerja kelompok dan kerjasama anggota secara efektif

 

Dirujuk dari Johnson D.W. dan Johnson R.T. (1994: 78)

2.  Landasan Teoritis dan Empiris Pembelajaran Kooperatif.

Pembelajaran kooperatif menurut Arend (2004:357-360) mempunyai landasan teoritis dan empiris, yaitu: (a) konsep kelas yang demokratis; (b) Relasi antar kelompok; dan (c) belajar dari pengalaman. Konsep kelas yang demokratis dikemukakan oleh John Dewey dan Herbert Thelan. John Dewey dalam bukunya Democracy and Education tahun 1916 menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Selanjutnya ia menambahkan bahwa guru harus menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif untuk memikirkan masalah sosial penting yang muncul pada saat itu. Tahun 1954 dan 1969 psikolog Herbert Thelan mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Theland berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar kelompok.

Relasi antar kelompok dikemukakan oleh Gordon Alport (Ibrahim dan kawan-kawan, 2000:14). Alport mengemukakan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta pemahaman lebih baik. Untuk  itu ada   tiga kondisi dasar  untuk  mencegah terjadinya  kecurigaan antar ras dan  etnis, yaitu: (a) kontak langsung antar etnik; (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antar anggota dari berbagai kelompok dalam satu setting tertentu; dan (c) setting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis.

Belajar berdasarkan pengalaman di dasarkan pada tiga asumsi (Johnson dan Johnson, dalam Arend, 2004:359). Pertama, bahwa siswa akan belajar dengan baik jika siswa secara pribadi terlibat dalam pengalaman itu. Kedua, bahwa pengetahuan itu hendak siswa jadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah laku siswa. Ke tiga, bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila siswa bebas menetapkan tujuan pembelajarannya sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.

3.  Karakteristik Pembelajaran Kooperatif.

Pembelajaran kooperatif mempunyai karakter tertentu sehingga dapat dibeda-kan dengan pembelajaran lainnya. Arend (2004:316) mengemukakan bahwa ada empat karekteristik pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) siswa bekerja dalam tim-tim untuk menguasai materi pelajaran; (b) tim tersusun dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan  rendah; (c) jika mungkin, dalam satu tim terdiri dari campuran dari berbagai suku, budaya, dan jenis kelamin; dan (d) penghargaan diorientasikan pada kelompok maupun individu.

Sedangkan Slavin (1995: 12-13) mengemukakan enam tipologi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya: (a) tujuan-tujuan kelompok; (b) tanggung jawab individu; (c) peluang yang sama untuk sukses; (d) kompetisi tim; (e) spesialisasi tugas; dan (f) penyesuaian pada kebutuhan individu. Ke enam tipologi tersebut menjadi karak-teristik pokok dalam pembelajaran kooperatif. Walaupun menggunakan tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang berbeda, namun ke enam hal di atas harus tampak dalam proses pembelajaran, sehingga menampakkan hal yang berbeda dengan metode kooperatif tradisional.

4.  Tujuan Pembelajaran Kooperatif.

Arend (1997, dalam Ibrahim, 2000:7-9) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa dengan kemampuan rendah maupun kemampuan tinggi yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Slavin, 1995). Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi siswa dengan kemampuan rendah memperoleh bantuan dari teman sebaya yang punya kemampuan lebih tinggi tetapi mempunyai orientasi bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa dengan kemampuan tinggi akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Tujuan ke dua dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan akademik maupun jenis kelamin. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama. Mereka dilatih untuk saling menghar-gai satu sama lain.

Tujuan ke tiga adalah pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki siswa karena saat ini banyak pekerjaan orang dewasa di masyarakat  yang dilakukan dalam suatu organisasi yang membutuhkan kerja kolaborasi, dimana satu dengan yang lain saling membutuhkan dan saling mengisi.

5.  Sintaks (Langkah-Langkah) Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mempunyai 6 langkah/tahapan utama (Arend, 2004:371; Ibrahim dan kawan-kawan, 2000:11). Tahapan pertama dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran, setting  pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian materi yang sering kali berupa bahan bacaan daripada penyampaikan secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti dengan bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Setiap langkah pembelajaran kooperatif membutuhkan perilaku guru yang berbeda. Perilaku guru yang harus tampak pada setiap tahap dirangkum dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.2  Sintaks Pembelajaran kooperatif dan Perilaku Guru

Fase

Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menjelaskan tujuan dan setting pembelajaran serta memotivasi siswa

 

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, dan setting atau langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan, serta memotivasi siswa untuk belajar.

 

Fase 2

Menyajikan informasi

 

Guru menyajikan informasi kepada siswa secara verbal, demonstrasi, maupun lewat bahan bacaan

 

Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

 

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

 

Fase 4

Memandu kelompok bekerja dan belajar

 

Guru memandu kelompok-kelompok agar  mengerjakan tugas-tugas mereka

 

Fase 5

Melaksanakan Tes

 

Guru menilai penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

 

Fase 6

Memberikan penghargaan

 

Guru mencari cara-cara untuk memberi penghargaan usaha dan hasil belajar individu maupun kelompok

Dirujuk dari Arend (2004:371).

 

DAFTAR RUJUKAN

 

Arend, R.I. 2004. Learning to Teach. New York. McGraw-Hill

 

Arikunto, Suharjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

 

BSNP, 2006, Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SMP, Jakarta

 

Depdiknas, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 ten-tang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta

 

Depdiknas, 2003, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta

 

Echols dan Sadhily. 2006. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia.

 

Eggen dan Kauchak. 2004. Educational Psichology; Windows on Classroom. New Jersey. Merril Prentice Hall.

 

Ibrahim, Rahmadiarti, Nur, dan Ismono. 200. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. University Press UNESA.

 

Johnson, D.W., Johnson, R.T. 1994. Learning Tegether and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. Massacussett: Allyn and Bacon.

 

Johnson, D.W., Johnson, R.T. 2002. Meaningfull Assessment: a Manageable and Cooperative Process. Massacussett: Allyn and Bacon.

 

Nur, Muhammad. 2004a. Pembelajaran Koperatif. Surabaya: Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA

 

Nur, Muhammad, 2004b, Strategi-Strategi Balajar. Surabaya, Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA

 

Nurhadi, Yasin, Berhan, Sendukh, Gerrad, Agus, 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, UM Press, Malang.

 

Parlan, Ambarwati, dan Suhartini. 2006. Penggunaan Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas XII SMA Negeri 9 Malang. Malang: Lemlit UM.

 

Mahamal, Sudriyati, Pujiningrum dan Suyanto. 2006. Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Koperatif model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Kelas V MI Jendral Sudirman Malang. Malang: Lemlit UM.

 

Budiasih E, dan Widiarti H.R. 2007. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Peserta Didik Perkuliahan Analisis Instrumen melalui Pembuatan Peta Konsep secara Koperatif Model STAD. Malang: Lemlit UM.

 

Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology, Theory and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.

 

Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.

 

Sugiono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Bandung; CV Alfabeta

 

 

 

 

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Pembelajaran kooperatif

 

                Dalam pembelajaran kooperatif kelas merupakan cerminan masyarakat yang lebih besar. Setting kelas dan proses pembelajaranya mensyaratkanadanya kontak langsung, berperan serta dalam kerja kelompok dan adanya persetujuan antar anggota kelompok

                Roger dan David Johnson mengatakan tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

  1. Positive interdepedence (saling ketergantungan positif)
  2. Personal responsibility (tanggung jawab personal)
  3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
  4. Interpersonal skill  (komunikasi antaranggota)
  5. Group processing

 

Sintak pembelajaran kooperatif

Fase

Perilaku Guru

Fase I

Penyampaian tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaranyang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrai atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasi siswa kedalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepad siswa bagaimana membentuk kelompok belajar  dan membantu setiap kelompok agar dapat melaksanakan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugasnya

Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil  kerjanya

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai baik usaha maupun hasil belajar individu dan kelompok

 

                Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperaif seperti tipe STAD, Tipe jigsaw, dan investigasi kelompok.